Ricardo Salampessy, dari namanya, jelas terdengar bahwa ia adalah keturunan Maluku. Tapi Ricardo ternyata sudah sejak belia berada di bumi Papua. Maka kemudian daerah yang terkenal dengan keindahan alamnya tersebut lah yang menjadi identitas baru tiap kali Ricardo ditanya dari mana ia berasal.
Namanya mulai mencuat ketika menjadi bagian dari tim sepakbola provinsi Papua di Pekan Olahraga Nasional pada tahun 2004. Tim ini dianggap sebagai generasi emas sepakbola Papua. Bukan saja karena berhasil membawa pulang medali emas dari pekan olahraga yang diselenggarakan di Sumatea Selatan tersebut, alumnus tim PON Papua 2004 juga menetas menjadi para pemain-pemain berkualitas. Dan Ricardo adalah salah satu diantaranya.
“Ya.. ya.. PON 2004 itu spesial sekali,” ujar Ricardo memulai pembicaraan. “Waktu itu secara tim banyak pemain hebat dan berkualitas. Ada Boci (Boaz), Gerald Pangkali, Korinus Fingkreuw, Christian Worabay, dan Immanuel Padwa. Untuk saya pribadi PON 2004 juga menjadi titik balik karier sepakbola saya.”
Ricardo saat ini menjadi pemain yang andal bermain di posisi bek tengah. Sedikit yang mengetahui bahwa di awal kariernya, Ricardo muda justru bermain di posisi gelandang kanan atau sayap kanan. Dan di tim PON Papua 2004-lah, ia pertama kali berpindah posisi menjadi bek tengah.
“Sebenarnya saya hampir tidak lolos seleksi, karena kebetulan di posisi saya sudah banyak pemain lain yang lebih bagus. Tapi ternyata beberapa hari sebelum pengumuman pemain yang lolos seleksi, salah satu bek tengah kami cedera. Akhirnya yang saya ingat waktu itu tim pelatih terutama Fernando Fairyo (asisten pelatih tim PON Papua 2004), meminta saya main di bek tengah. Ternyata saya bermain lebih bagus di sana.”
Setelah ajang olahraga nasional tersebut, perjalanan karier para penggawa tim PON Papua 2004 mulai menanjak. Boaz, Ian, Gerald, dan Korinus akhirnya bermain untuk Persipura. Tepat setahun kemudian mereka kemudian membantu Persipura untuk membawa pulang gelar Liga Indonesia ke tanah Papua. Sementara di waktu yang sama, Ricardo ‘hanya’ bermain di Persiwa Wamena yang kala itu berlaga di divisi satu. Atas situasi itu, Ricardo mengakui ia cukup iri dengan rekan-rekannya.
“Ya kalau jujur saya juga ada rasa iri, ya. Ketika teman-teman yang lain bisa langsung main di Persipura, saya harus bermain di Persiwa dulu. Tetapi ini mungkin sudah jalan hidup untuk saya. Saya bisa bawa Persiwa promosi dan jadi pemain terbaik divisi satu pada tahun tersebut, lalu akhirnya setahun kemudian bergabung ke Persipura.”
“Kemudian setelahnya, akhirnya, puji Tuhan, saya kemudian bisa bermain untuk Persipura. Dan bawa Persipura tiga kali menjadi juara ISL (2009,2011,2013). Itu masa-masa terbaik dalam hidup saya,” sambung pria kelahiran Ambon, 18 Febuari 1984 ini.
Tidak dapat dimungkiri bahwa Ricardo merupakan salah satu dari hasil produksi pembinaan bakat-bakat sepakbola Papua. Ia punya jawaban tersendiri mengapa Papua bisa terus menghasilkan pesepakbola berbakat.
“Ada banyak alasan jika berbicara terkait alasan mengapa bakat-bakat sepakbola selalu muncul di Papua. Pertama dari faktor alam, di sini ada pegunungan juga laut, sehingga ketahanan fisik seorang pemain juga menjadi sangat bagus. Di Papua ini juga sepakbola sudah dimainkan sejak masih sangat kecil. Juga para pemain muda kami selalu diberi kesempatan bermain. Karena itu kalau di sini (Persipura) akan selalu ada pemain-pemain berbakat.”
Tapi jika membicarakan bakat-bakat sepakbola Papua, para talenta hebat Papua pun dikenal akrab dengan minuman keras. Bahkan hal tersebut seakan sudah menjadi tradisi. Ricardo mengakui bahwa hal tersebut adalah salah satu biang masalah yang membuat bakat-bakat sepakbola Papua akhirnya ada yang layu sebelum berkembang.
“Ya kalau boleh jujur, urusan minum ini juga menjadi salah satu mengapa ada bakat sepakbola Papua akhirnya agak sedikit meredup. Tetapi itu dulu sekali, sekarang sudah jarang bahkan sama sekali tidak ada,” imbuhnya.
Ricardo sendiri memiliki solusi terkait permasalahan yang menimpa daerahnya tersebut. Ia berujar bahwa peran penting ada di tangan pelatih.
“Itu tu juga menjadi masalah. Saya juga minum ketika memang ada kegiatan tertentu. Yang jadi masalah adalah ketika para pemain mabuk, maka ke sananya akan tidak baik. Mengenai solusi saya pikir kembali lagi tim pelatih masing-masing. Saya pikir kunci ada di pelatih. Ketika penanganannya sesuai maka bisa jadi kebiasaannya dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.”
Ricardo menunjuk pelatih memiliki peranan penting dalam mengatasi pemain bukan tanpa alasan. Ia pun pernah dilatih oleh berbagai macam pelatih sehingga ia bisa menilai mana pelatih yang sesuai dengannya atau tidak.
“Dari pengalaman saya sendiri ada dua jenis pelatih ketika menangani masalah ini. Ada yang sesuai tetapi juga ada yang terlalu keras ketika menangani fenomena ini. Dan biasanya ada beberapa pelatih yang justru menangani kasus ini dengan cara yang keras,” kata Ricardo.
Kini Persipura memiliki banyak pemain muda. Ricardo merasa ini tandanya sepakbola Papua berkembang. Ricardo merasa ini adalah hal yang sangat baik.
“Para pemain muda U-21 banyak bagus itu mereka. Dan memang perlu banyak regenerasi. Karena ada masanya angkatan saya, tapi tidak selamanya. Persipura akan ada masanya akan mengandalkan kita-kita lagi,”pungkas Ricardo.
Komentar